Penderma Berdarah Dingin

Kita mendengar kata berdarah dingin biasanya untuk sesuatu yang kejam, bengis, tidak berperasaan, diluar batas kemanusiaan. Mungkin itu suatu peristiwa pembunuhan atau kekejian lainnya yang dilakukan seorang manusia kepada manusia lainnya seorang atau sekumpulan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia sendiri berdarah dingin adalah memiliki jenis darah yang memungkinkan dapat hidup di darat dan di air (seperti katak, buaya, anjing laut). Arti lainnya dari berdarah dingin adalah tidak berperasaan. Tuh kan.

Manusia cenderung mencintai mereka yang berjiwa dan bersikap hangat dan tidak mungkin bersimpati apalagi mencintai mereka yang berdarah dingin. Tapi sebaliknya setelah beberapa bulan mengurus INSAN CHARITY sepertinya saya mulai jatuh hati pada mereka… yang berdarah dingin.

Sungguh di luar nalar seseorang yang sedang kita kampanyekan untuk mendapatkan bantuan dana kesehatan untuk mengobati sakit parahnya malah dia berbalik mendonasikan uangnya untuk mendukung program wakaf air bersih Insan Charity (Masih ingat ya cerita Teh Rani Tuenty Topan almarhumah, cari di www.insancharity.id).

Kami juga menemukan seorang Nenek 90 tahunan tanpa keturunan, punya beberapa anak angkat, yang berdarah dingin mewakafkan 2 Ha tanah pinggir jalan rayanya. Pun seorang pengusaha konveksi menyerahkan motor kesayangannya begitu saja pada seorang guru ngaji. Juga yang menyerahkan mobilnya untuk donasi Palestina… Haahhh.

Bahkan di masa pandemi seperti sekarang ini yang lumrahnya orang memilih survival, bertahan hidup, menutup keran pengeluaran. Nyatanya kami banyak mendapatkan donasi dari mereka yang sepertinya berdarah dingin, bukan orang kaya tapi donasinya seperti orang kaya, royal sekali. Heran.

Mungkin mereka adalah keturunan Ibrahim AS yang “berdarah dingin” hendak mengorbankan anak kesayangannya Ismail AS hanya karena perintah Allah SWT yang ia dapatkan melalui mimpi. Sayyid Qutb dalam Fiizhilalil Quran mengomentari perilaku dinginnya Ibrahim ini, “… Namun, Ibrahim memenuhi isyarat itu tanpa beban, tidak terguncang, juga tidak mengalami kekacauan. Tidak, yang ada hanyalah penerimaan, keridhaan, ketenangan dan kedamaian. Hal itu tampak dalam kata-katanya kepada anaknya, ketika ia menyampaikan masalah yang besar itu dalam ketenangan dan kedamaian yang menakjubkan.

“Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?’…” (QS. Ashaaffaat: 102)

Ini adalah kata-kata seseorang yang menguasai sarafnya, yang yakin terhadap perkara yang ia hadapi, dan dengan penuh percaya diri akan menjalankan kewajibannya. Hal itu pada waktu yang sama juga kata-kata seorang yang beriman, yang tak merasa berat dengan perintah itu. Maka, diapun menunaikan perintah itu dalam spontanitas dan sesegera mungkin. Sehingga, ia cepat menyelesaikan tugasnya, dan terbebas dari beban itu!

Tak masalah kamu berdarah hangat atau berdarah dingin, selama semua yang kamu lakukan karena Allah, untuk Allah, Allah dulu dan Allah lagi, tak peduli kamu sedang susah atau bungah, sedih atau sugih, sedang hepi atau lagi pandemi. Mungkin kamu selalu hidup di 2 alam, jasadnya di dunia, hatinya di akhirat dan kamu mungkin “tidak berperasaan” tetapi kamu berpemahaman dan berkesadaran. Jadi kalau selama ini kita akrab mendengar Pembunuh Berdarah Dingin, nampaknya ke depan akan banyak Pejuang Berdarah Dingin, Penderma Berdarah Dingin. ❤️

Tinggalkan Balasan

Keranjang Belanja
Scroll to Top
Scroll to Top